UPACARA ADAT NUJUH BULANAN DI KAMPUNG KAROYA
PASIR, CISOKA, KABUPATEN TANGERANG, BANTEN
Oleh: Siti Syifa Fauziah
A. Letak
Geografis
Kampung Karoya Pasir terletak di Desa Carenang, Kecamatan Cisoka,
Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten. Terletak di perbatasan Kabupaten Tanggerang dan Kabupaten Serang,
yang dihubungkan oleh sungai yang bernama Sungai Cai Durian.
B. Tradisi
Nujuh Bulanan
Nujuh Bulanan
adalah istilah perayaan Tujuh bulanan yang ada di Kampung Karoya Pasir. Tradisi
yang turun temurun ini hanya untuk anak pertama, anak kedua dan selanjutnya
tidak dirayakan seperti anak pertama. Maksud dan tujuan upacara ini adalah agar
keluarga menyiapkan dan menyambut bahwa akan datang dan lahir seorang anak yang
sangat dinanti-nantikan. Tradisi ini sudah berlangsung sejak lama, biasanya
dipimpin oleh seorang dukun kampung.
Upacara Nujuh
Bulanan ini wajib diselenggarakan oleh masyarakat Kampung Karoya Pasir, baik
itu keluarga yang mampu atau tidak mampu, tujuannya agar masyarakat kampung
mendengar dan mengetahui kabar bahagia tersebut.
Tradisi ini
dimulai di pagi hari dan tempat
menyelenggarakannya dirumah yang mengadakan acara Nujuh Bulanan. Tetapi,
ritual upacara ini dilaksanakan pada malam hari. Urutan ritual Nujuh Bulanan:
·
Wanita
atau ibu yang sedang hamil dimandikan oleh keluarganya. Sebelumnya, keluarganya
harus menyediakan bunga 7 rupa, belut, 7 butir telur ayam. Kemudian ember diisi
air yang telah dicampur bunga 7 rupa, dan disiramkan atau dimandikan kepada
wanita yang sedang hamil yang menggunankan kain basahan (sarung). Maksudnya
ialah,
siraman atau mandi merupakan simbol upacara sebagai pernyataan tanda
pembersihan diri, baik fisik maupun jiwa. Pembersihan secara simbolis ini
bertujuan membebaskan calon ibu dari dosa-dosa sehingga kalau kelak sicalon ibu
melahirkan anak tidak mempunyai beban moral sehingga proses kelahirannya
menjadi lancar.
·
Tradisi upacara memasukkan telur ayam kampung ke dalam kain
sarung si calon ibu oleh sang suami. Telur dimasukkan dari atas (dada) sehingga telur itu jatuh dan pecah. Upacara
ini dilaksanakan di tempat siraman sebagai simbol harapan agar bayi lahir
dengan mudah tanpa aral melintang. Satu dari 7 telur tersebut merupakan telur
curian oleh sang suami, filosofinya ibu
hamil tersebut dalam persalinannya nanti dapat berjalan dengan cepat dan
lancar. Seperti aksi ketika suaminya mencuri telur tersebut.
·
Selanjutnya
sang suami memasukkan belut ke dalam sarung sang istri dari atas kebawah agar
si cabang bayi yang keluar dari rahim sang ibu, dengan mudah karena badannya
yang licin selicin belut.
·
Upacara ganti busana dilakukan dengan jenis kain sebanyak 7
buah dengan motif kain yang berbeda. Motif kain dan kemben yang akan dipakai
dipilih yang terbaik dengan harapan agar kelak si bayi juga memiliki
kebaikan-kebaikan yang tersirat dalam lambang kain.
Tradisi ini berlangsung dari pagi sampai malam hari, pada pagi hari
ibu-ibu datang kerumah yang mengadakan hajatan dan membawa sebuah tempat yang
disebut baskom, didalam baskom tersebut berisi beras. Biasanya tuan
rumah menyguhkan makanan kepada tamu yang berdatangan, dan selanjutnya ketika
tamu telah selesai makan dan segera pulang dengan membawa besek atau makanan
oleh tuan rumah.
Tradisi lain dalam Nujuh Bulanan ini adalah wajib membuat rujak
dari 7 macam buah. Rujan dibuat bersama-sama dirumah tuan rumah. Setelah
selesai meracik/membuat rujak akan dicicipi oleh ibu-ibu dan masyarakat
sekitar. Konon ada mitos jika rujak tersebut kurang enak, maka anaknya laki-laki
dan jelek, jika rujaknya enak, maka anak yang di lahirkan perempuan dan cantik
atau laki-laki ganteng. Tetapi ketika anak sudah lahir, jarang terlihat atau di
ingat tentang mitos rujak tersebut.
Rujak tersebut tidak hanya di bagikan kepada ibu-ibu, tetapi kepada
semua masyarakat yang ada disekitar kampung, yang biasanya berkumpul ketika
Nujuh Bulanan. Membuat rujak tidak hanya 1 atau 2 kali, ketika banyak yang
berkunjung maka banyak pula rujak yang disediakan. Adapun sebagian rujak dibungkus
untuk dijual dan dibagikan kepada orang yang ngeriung pada malam hari, disatukan
di dalam besek (berkat) yang isinya nasi dan lauk pauk. Rujak yang dijual kepada masyarakat tidak
diberikan harga, tetapi terserah sipembeli mau memberi uang berapa. Karena
uangnya digunakan untuk saweran pada malam hari dan dilanjutkan dengan riuangan
masyarakat (oleh kaum bapak).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar